Selamat Datang di SMP Negeri 3 Ulujami, Sekolah Yang Santun, Prestasi, Edukatif, Nyaman, Tertib, Indah, Menyenangkan, Inspiratif, Bersih, Sehat, Rindang. . . Spentimi Berseri...
Artikel

MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB BELAJAR SISWA DITINJAU DARI TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING REALITA

Oleh : IFTITAH INDRIANI
SMP Negeri 3 Ulujami, Kab.Pemalang
E-mail: iftitahindriani60@guru.smp.belajar.id
ABSTRAK
Pertanggungjawaban berarti sebuah kewajiban memberikan jawaban yang merupakan
perhitungan atas semua hal yang terjadi. Siswa yang memiliki tanggung jawab belajar memiliki
keputusan untuk menerima tugas kewajiban, kepada sesuatu diluar dirinya ataupun kepada
dirinya sendiri dan memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan pilihannya serta untuk
menanggungkonsekuensinya dari penentuan sikap dan pilihannya itu. Keberhasilan belajar
siswa dapat dilihat dari tanggung jawab belajarnya sehingga akan mendapatkan prestasi, karena
prestasi belajar siswa merupakan manifestasi dari perubahan sebagai hasil dari proses belajar.
Siswa yang memiliki tanggung jawab belajar memiliki keputusan untuk menerima tugas
kewajiban, kepada sesuatu diluar dirinya ataupun kepada dirinya sendiri dan memiliki
kebebasan untuk menentukan sikap dan pilihannya serta untuk menanggungkonsekuensinya
dari penentuan sikap dan pilihannya itu. Konseling realita dirancang untuk membantu individu
dalam mengendalikan perilaku dan membuat pilihan, sering kali yang baru dan sulit, dalam
hidup. Itu didasarkan pada teori pilihan, yang mengasumsikan bahwa manusia bertanggung
jawab atas kehidupan mereka dan untuk apa yang mereka lakukan, rasakan, dan pikirkan.
Konseling realita menurut Sharf (2012) adalah untuk membantu konseli memenuhi kebutuhan
psikologis mereka dengan cara yang bertanggung jawab dan memuaskan. Konselor bekerja
dengan konseli untuk menilai seberapa baik kebutuhan ini dipenuhi dan perubahan apa yang
harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis tersebut.
KATA KUNCI : Tanggung Jawab Belajar, Konseling Realita
PENDAHULUAN
Kewajiban yang dimiliki oleh siswa untuk melaksanakan tugasnya dengan
bertanggung jawab atas belajarnya merupakan suatu proses usaha berdasarkan praktik atau
pengalaman tertentu untuk mendapatkan kecakapan atau tingkah laku yang baru dengan
menerima segala konsekuensi dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Selain itu, siswa juga
dituntut untuk aktif dalam proses belajar (Suwardi, D. R, 2012). Siswa dituntut untuk
mempunyai kesadaran diri dalam belajar agar dapat mencapai proses perkembangan belajar
yang maksimal. Menurut Buana, M. F. (2012) siswa dituntut dan didorong untuk aktif dan
terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga mampu membangkitkan motivasi
belajar siswa.
Tanggung jawab belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukan siswa terhadap
belajarnya. Siswa dikatakan bertanggung jawab terhadap belajar apabila mampu melaksanakan
tugas sebagai siswa dengan baik. Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat
bertanggungjawab yaitu individu yang dapat bertanggungjawab terhadap tindakannya dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah individu yang mengambil keputusan dan
bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Pertanggungjawaban berarti
sebuah kewajiban memberikan jawaban yang merupakan perhitungan atas semua hal yang
terjadi. Siswa yang memiliki tanggung jawab belajar memiliki keputusan untuk menerima
tugas kewajiban, kepada sesuatu diluar dirinya ataupun kepada dirinya sendiri dan memiliki
kebebasan untuk menentukan sikap dan pilihannya serta untuk menanggungkonsekuensinya
dari penentuan sikap dan pilihannya itu.
Konseling realita dirancang untuk membantu individu dalam mengendalikan perilaku
dan membuat pilihan, sering kali yang baru dan sulit, dalam hidup. Itu didasarkan pada teori
pilihan, yang mengasumsikan bahwa manusia bertanggung jawab atas kehidupan mereka dan
untuk apa yang mereka lakukan, rasakan, dan pikirkan. Menurut (Glasser, 2000) pencapaian
identitas sukses terikat pada konsep 3R yaitu Responsibility, Reality, Right. Keadaan dimana
individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total
behavioral (perilaku total), yakni melakukan sesuatu (doing), berfikir (thingking), merasakan
(feeling), dan menunjukkan respons fisiologis (physiology) secara bertanggung jawab
(responsibility), sesuai realita (reality), dan benar (right) (Corey, 2017).
Individu tidak dilahirkan papan tulis kosong yang menunggu untuk mendapatkan
pengaruh eksternal yang termotivasi oleh masyarakat di dunia di sekitarnya. Sebaliknya,
individu dilahirkan dengan lima kebutuhan dikodekan genetik yang mendorong semua hidup
individu mengenai survival need / kebutuhan bertahan hidup, love and belonging / cinta dan
kepemilikan, power / kekuatan, fun / kesenangan, freedom / kebebasan. Setiap individu
memiliki semua lima kebutuhan, tetapi berbeda dalam kekuatan. Glasser merasa bahwa dia
bisa mewujudkan perubahan dalam pemikiran dan perasaan. Meskipun berbicara tentang
perasaan itu dapat diterima, itu tidak menjadi fokus utama terapi. Dia ingin membantu klien
memilih untuk membuat perubahan dalam hidup mereka dan tetap berpegang pada pilihan itu.
Dengan melakukan itu, dia tidak akan menerima alasan dari klien. Sebaliknya, dia bekerja
keras untuk itu membantu mereka mengendalikan hidup mereka (Sharf, 2012).
PEMBAHASAN
Tanggung Jawab Belajar
Tanggung jawab belajar merupakan suatu tujuan agar mutu pendidikan yang bagus
dapat tercapai, maka seorang siswa harus belajar dengan tekun karena tanggung jawab seorang
siswa adalah belajar. Belajar adalah suatu proses usaha dimana seseorang berinteraksi langsung
dengan semua alat inderanya terhadap obyek belajar dan lingkungan dengan membaca,
mengamati, mendengarkan dan meniru sehingga menghasilkan suatu tingkah laku yang
mengalami perubahan seperti dalam pengertian, cara berpikir, kebiasaan, ketrampilan,
kecakapan ataupun sikap yang bertujuan untuk penguasaan materi ilmu pengetahuan.
Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dari tanggung jawab belajarnya sehingga akan
mendapatkan prestasi, karena prestasi belajar siswa merupakan manifestasi dari perubahan
sebagai hasil dari proses belajar. Siswa yang memiliki tanggung jawab belajar memiiki
keputusan untuk menerima tugas kewajiban, kepada sesuatu diluar dirinya ataupun kepada
dirinya sendiri dan memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan pilihannya serta untuk
menanggungkonsekuensinya dari penentuan sikap dan pilihannya itu.
Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Belajar
Pembentukan tanggung jawab belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang memiliki
pengaruh besar terhadap tanggung jawab individu. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi tanggung jawab belajar. Faktor-faktor tersebut yang terdapat pada diri individu,
tetapi ada pula yang di luar dari diri individu. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi proses
belajar ada tujuh faktor adalah sebagai berikut :
 Faktor Kecerdasan
Kemampuan individu untuk melakukan kegiatan berfikir yang bersifatnya rumit dan
abstrak. Tingkat kecerdasan dari masing-masing tidak sama. Ada yang tinggi, ada yang
sedang dan ada pula yang rendah. Individu yang tingkat kecerdasannya tinggi dapat
mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan cepat tanpa banyak
kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan individu yang kurang cerdas. Individu yang
cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih cepat dengan tenaga
yang relatif sedikit.
Kecerdasan adalah suatu kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak
dapat meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya
kecerdasan individu bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan
pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh
kecerdasan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
 Faktor Belajar
Semua segi kegiatan belajar, misalnya individu kurang dapat memusatkan perhatian
kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan
sehingga tidak dapat membaca seluruh bahan yang seharusnya dibaca, termasuk di sini
kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.
 Faktor Sikap
Pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam belajar, sikap dapat
menentukan apakah individu akan dapat belajar dengan lancar atau tidak, tahan lama
belajar atau tidak, senang pelajaran yang di hadapinya atau tidak dan banyak lagi yang
lain. Diantara sikap yang dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka
atau kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya kegiatan
belajar.
 Faktor Kegiatan
Faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran jasmani dan keadaan fisik
seseorang. Sebagaimana telah diketahui, badan yang tidak sehat membuat konsentrasi
pikiran terganggu sehingga menganggu kegiatan belajar.
 Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial seperti persaingan dan
kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Ada diantara faktor ini yang
sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada juga yang menjadi hambatan terhadap
belajar efektif.
 Faktor Lingkungan
Keadaan dan suasana tempat seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu
turut juga menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan
nyamuk yang menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat
belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang kurang
serasi dengan teman dapat menganggu kosentrasi dalam belajar.
 Faktor Guru
Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru mengajar dan perhatian
guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru yang
kurang mampu dengan baik dalam mengajar dan yang kurang menguasai bahan yang
diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya
dorongan untuk menguasainya dipihak siswa. Sebaliknya guru yang pandai mengajar yang
dapat menimbulkan pada diri siswa rasa menggemari bahan yang diajarkannya sehingga
tanpa disuruh pun siswa banyak menambah pengetahuannya dibidang itu dengan membaca
buku-buku, majalah dan bahan cetak lainnya. Guru dapat juga menimbulkan semangat
belajar yang tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang sungguhsungguh. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini dengan memusatkan perhatian
kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.
Tujuan Konseling Realita
Tujuan dari konseling realita menurut Sharf (2012) adalah untuk membantu konseli memenuhi
kebutuhan psikologis mereka dengan cara yang bertanggung jawab dan memuaskan. Konselor
bekerja dengan konseli untuk menilai seberapa baik kebutuhan ini dipenuhi dan perubahan apa
yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis tersebut. Menurut Darminto
dalam Masrohan dan Pertiwi (2018:5) tujuan mendasar dari konseling realita adalah membantu
konseli agar memeiliki kontrol yang lebih besar terhadap kehidupannya sendiri dan mampu
membuat pilihan yang lebih baik. Pilihan yang baik tersebut merupakan suatu pilihan yang
bijaksana yang dipersepsi sebagai pilihan yang memnuhi kriteria sebagai berikut :
 Dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar
 Bertanggung jawab
 Realistik
 Memungkinkan untuk dapat menjalin hubungan yang saling memuaskan dengan orang
lain
 Memungkinkan untuk mengembangkan identitas berhasil, dan memungkinkan untuk
memiliki keterampilan yang konsisten untuk membentuk tindakan yang sehat yang
meningkatkan perilaku totalnya.
Tahapan Konseling Realita
Praktik terapi realitas terbaik dapat dikonseptualisasikan sebagai siklus negara
(Wubbolding, 2015a), yang terdiri dari dua komponen utama: (1) menciptakan lingkungan
konseling dan (2) menerapkan prosedur tertentu yang menyebabkan perubahan perilaku.
 The Counseling Environment / Lingkungan Konseling
Praktik sisanya terapi realitas pada asumsi bahwa lingkungan yang mendukung dan
tantangan memungkinkan klien untuk mulai membuat perubahan hidup. Hubungan
terapeutik adalah dasar untuk latihan yang efektif; apabila ini kurang, ada sedikit harapan
bahwa sistem dapat berhasil dilaksanakan. Konselor yang berharap untuk aliansi
terapeutik berusaha untuk menghindari berdebat, menyerang, menuduh, merendahkan,
menyalahkan, memerintah, mengkritik, menemukan kesalahan, memaksa, mendorong
alasan, menyimpan dendam, menanamkan rasa takut, atau menyerah dengan mudah
(Wubbolding, 2011a, 2011b, 2015a). Dalam waktu singkat, klien umumnya mulai
menghargai peduli, menerima, lingkungan teori pilihan tanpa paksaan. Hal ini menjadi
confrontive namun selalu peduli lingkungan ini bahwa klien belajar untuk menciptakan
lingkungan memuaskan yang mengarah ke hubungan yang sukses. Dalam suasana
pemaksaan bebas ini, klien merasa bebas untuk menjadi kreatif dan mulai mencoba
perilaku baru.
 Procedures That Lead to Change / Prosedur Memimpin Perubahan
Terapis realitas beroperasi pada asumsi bahwa individu termotivasi untuk perubahan
ketika individu yakin bahwa perilaku sekarang ini tidak memenuhi kebutuhan dan ketika
individu percaya dapat memilih perilaku lain yang akan membawa lebih dekat dengan apa
yang diinginkan. Terapis realita mulai dengan meminta klien apa yang mereka inginkan
dari terapi. Terapis mengambil misteri dan ketidakpastian dari proses terapeutik. Mereka
juga menanyakan tentang pilihan klien membuat dalam hubungan mereka. Pada sesi
pertama terapis terlihat terampil untuk dan mendefinisikan keinginan klien. Terapis juga
terlihat untuk kunci memuaskan hadir hubungan-biasanya dengan pasangan, anak, orang
tua, atau majikan. Terapis mungkin bertanya, “Bagaimana perilaku dapat Anda kontrol?”
Pertanyaan ini mungkin perlu diminta beberapa kali selama beberapa sesi berikutnya untuk
menghadapi resistensi klien untuk melihat perilakunya sendiri. Penekanannya adalah pada
mendorong klien untuk fokus pada apa yang dia bisa mengendalikan. Ketika klien mulai
menyadari bahwa mereka dapat mengontrol hanya perilaku mereka sendiri, terapi sedang
berlangsung. Sisa terapi berfokus pada bagaimana klien dapat membuat pilihan yang lebih
baik. Ada lebih banyak pilihan yang tersedia dari klien menyadari, dan terapis
mengeksplorasi pilihan-pilihan ini mungkin. Klien mungkin akan terjebak dalam
kesengsaraan, menyalahkan, dan masa lalu, tetapi mereka dapat memilih untuk perubahanbahkan jika orang lain dalam hubungan tidak berubah. Wubbolding (2011a) menunjukkan
bahwa klien dapat belajar mereka tidak pada belas kasihan orang lain, bukan korban,
mampu mendapatkan rasa kontrol batin, dan memiliki rentang pilihan terbuka untuk
mereka. Singkatnya, klien dalam terapi realitas sering memperoleh rasa harapan untuk
masa depan yang lebih baik. terapis realitas mengeksplorasi prinsip teori pilihan dengan
klien, membantu mereka mengidentifikasi kebutuhan dasar, menemukan dunia kualitas
mereka, dan, akhirnya, membantu klien memahami bahwa mereka memilih total perilaku
yang gejala mereka. Dalam setiap contoh ketika klien membuat perubahan, itu adalah
pilihan mereka. Dengan bantuan terapis, klien belajar untuk membuat pilihan yang lebih
baik daripada yang mereka lakukan ketika mereka berada di mereka sendiri. Melalui teori
pilihan, klien dapat memperoleh dan mempertahankan hubungan yang sukses.
Sistem “WDEP”
Wubbolding (2000, 2015a, 2015c) menggunakan WDEP untuk menggambarkan kunci
prosedur dalam praktek terapi realitas. Sistem WDEP dapat digunakan untuk membantu klien
mengeksplorasi keinginan mereka, hal-hal yang mungkin bisa mereka lakukan, peluang untuk
evaluasi diri, dan desain rencana untuk perbaikan (Wubbolding, 2007, 2011a, 2011b, 2015b,
2015c). Didasarkan pada teori pilihan, sistem WDEP membantu orang dalam memenuhi
kebutuhan dasar mereka. Setiap huruf mengacu pada sekelompok strategi: W = keinginan,
kebutuhan, dan persepsi; D = arah dan melakukan; E = evaluasi diri; dan P = perencanaan.
Strategi ini dirancang untuk mempromosikan perubahan. Berikut ini penjelasan sistem WDEP:
 W = Wants, Needs, And Perceptions / Ingin (Menjelajahi Keinginan, Kebutuhan, dan
Persepsi). Terapis realitas membantu klien dalam menemukan keinginan dan harapan
mereka. Semua keinginan terkait dengan lima kebutuhan dasar.
 D = Direction and Doing / Arah dan Melakukan. Fokus pada saat ini ditandai dengan
pertanyaan kunci diminta oleh terapis realitas: “Apa yang kamu lakukan?” Meskipun
masalah mungkin berakar di masa lalu, klien perlu belajar bagaimana berurusan dengan
mereka di masa sekarang dengan belajar cara yang lebih baik untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Masalah harus diselesaikan baik di masa sekarang atau melalui rencana
untuk masa depan.
 E = Self-Evaluation / Evaluasi diri. Landasan dari prosedur terapi realitas. “Melakukan
pencarian dan tidak kenal takut evaluasi diri adalah jalan kerajaan untuk perubahan
perilaku” (Wubbolding, 2015c, p. 860). Klien diminta untuk membuat berikut evaluasi
diri. Evaluasi ini melibatkan klien memeriksa arah perilaku, tindakan spesifik, keinginan,
persepsi, arah baru, dan rencana (Wubbolding, 2011b, 2015b). Wubbolding percaya
bahwa klien sering ada masalah dengan hubungan yang signifikan, yang merupakan akar
dari banyak ketidakpuasan mereka.
 P = Planning / Perencanaan dan Aksi. Setelah klien menentukan apa yang mereka ingin
berubah, mereka umumnya siap untuk mengeksplorasi perilaku lain yang mungkin dan
merumuskan rencana aksi.
Aplikasi untuk Konseling Kelompok
Dengan penekanan pada hubungan koneksi dan interpersonal, terapi realita baik untuk
berbagai jenis konseling kelompok. Kelompok menyediakan anggota dengan banyak
kesempatan untuk menjelajahi cara untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui hubungan
yang terbentuk dalam kelompok. Secara khusus, sistem WDEP dapat diterapkan untuk
membantu anggota kelompok memenuhi kebutuhan dasar mereka. Jika anggota berbicara
tentang pengalaman masa lalu mereka atau alasan untuk perilaku mereka saat ini, pemimpin
kelompok mengarahkan mereka kepada apa yang mereka lakukan saat ini.
Dari awal dari sebuah kelompok, para anggota dapat diminta untuk mengambil jujur
melihat apa yang mereka lakukan dan untuk memperjelas apakah perilaku mereka semakin
mereka apa yang mereka katakan mereka inginkan. Setelah anggota kelompok mendapatkan
gambaran yang lebih jelas tentang apa yang mereka miliki dalam hidup mereka sekarang dan
apa yang mereka ingin tampil beda, mereka dapat menggunakan kelompok sebagai tempat
untuk mengeksplorasi program alter-pribumi perilaku. Model ini cocok untuk mengharapkan
anggota untuk melaksanakan pekerjaan rumah antara pertemuan kelompok. Namun, para
anggota, dengan bantuan pemimpin, yang mengevaluasi perilaku mereka sendiri dan
memutuskan apakah mereka ingin mengubah beberapa aspek kehidupan mereka. Anggota juga
memimpin dalam memutuskan apa jenis tugas pekerjaan rumah mereka akan ditetapkan untuk
diri mereka sendiri sebagai cara untuk mencapai tujuan mereka.
Teknik-Teknik Konseling Realita
 Questioning / Mempertanyakan. Pertanyaan memainkan peran penting dalam
mengeksplorasi perilaku total, mengevaluasi apa yang dilakukan klien, dan membuat
rencana spesifik. Wubbolding (1988) mengemukakan bahwa pertanyaan dapat bermanfaat
bagi terapis realitas dalam empat cara: untuk memasuki dunia batin klien, untuk
mengumpulkan informasi, untuk memberikan informasi, dan untuk bantu klien mengambil
kendali yang lebih efektif.
 Being Positive / Menjadi Positif. Terapis realitas berfokus pada apa yang dapat dilakukan
klien. Peluang diambil untuk memperkuat tindakan positif dan perencanaan yang
konstruktif.
 Metaphors/ Metafora. Menghadiri dan menggunakan bahasa klien dapat sangat membantu
dalam berkomunikasi memahami kepada klien melalui penggunaan bahasanya
(Wubbolding & Brickell, 1998).
 Humor. Keterlibatan ramah yang terapis realita mencoba untuk mengembangkan dengan
klien mereka, humor cocok secara alami. Ini bisa menghilangkan tekanan dari kekecewaan
klien jika rencana tidak terealisasi. Ketika terapis dan klien dapat berbagi lelucon, ada
penyamaan kekuatan dan berbagi kebutuhan (menyenangkan). Sejauh humor dapat
menciptakan rasa yang lebih besar keterlibatan yang ramah, juga membantu memenuhi
kebutuhan klien akan rasa memiliki. Tentu saja, humor tidak bisa dipaksakan. Beberapa
terapis mungkin jarang menggunakan humor, lainnya dalam satu jenis situasi, dan terapis
lain dalam jenis lain.
 Confrontation / Konfrontasi. Terapis realita tidak menerima alasan klien dan tidak
menyerah dengan mudah dalam pekerjaan mereka, konfrontasi tidak bisa dihindari.
Membantu klien untuk menghasilkan merencanakan dan berkomitmen untuk
merencanakan perilaku yang sulit diubah artinya seringkali rencana tidak dilaksanakan
sesuai keinginan.
 Paradoxical Techniques / Teknik Paradoksal. Dalam terapi realita, membuat rencana dan
mendapatkan klien komitmen terhadap rencana umumnya dapat dilakukan secara
langsung. Namun, klien terkadang resisten untuk melaksanakan rencana yang mereka
buat. Teknik-teknik paradoks adalah yang itu memberikan instruksi yang kontradiktif
kepada klien (Wubbolding & Brickell, 1998). Positif perubahan dapat terjadi karena
mengikuti salah satu opsi yang diberikan oleh terapis.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Tanggung jawab belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukan siswa terhadap
belajarnya. Siswa dikatakan bertanggung jawab terhadap belajar apabila mampu melaksanakan
tugas sebagai siswa dengan baik. Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat
bertanggungjawab yaitu individu yang dapat bertanggungjawab terhadap tindakannya dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah individu yang mengambil keputusan dan
bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Pembentukan tanggung jawab
belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang memiliki pengatuh besar terhadap tanggung
jawab individu. Faktor-faktor tersebut yang terdapat pada diri individu, tetapi ada pula yang di
luar dari diri individu.
Tujuan dari konseling realita menurut Sharf (2012) adalah untuk membantu konseli
memenuhi kebutuhan psikologis mereka dengan cara yang bertanggung jawab dan
memuaskan. Konselor bekerja dengan konseli untuk menilai seberapa baik kebutuhan ini
dipenuhi dan perubahan apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis
tersebut. Praktik terapi realitas terbaik dapat dikonseptualisasikan sebagai siklus negara
(Wubbolding, 2015a), yang terdiri dari dua komponen utama: (1) menciptakan lingkungan
konseling dan (2) menerapkan prosedur tertentu yang menyebabkan perubahan perilaku.
Wubbolding (2000, 2015a, 2015c) menggunakan WDEP untuk menggambarkan kunci
prosedur dalam praktek terapi realitas. Sistem WDEP dapat digunakan untuk membantu klien
mengeksplorasi keinginan mereka, hal-hal yang mungkin bisa mereka lakukan, peluang untuk
evaluasi diri, dan desain rencana untuk perbaikan (Wubbolding, 2007, 2011a, 2011b, 2015b,
2015c). Didasarkan pada teori pilihan, sistem WDEP membantu orang dalam memenuhi
kebutuhan dasar mereka. Setiap huruf mengacu pada sekelompok strategi: W = keinginan,
kebutuhan, dan persepsi; D = arah dan melakukan; E = evaluasi diri; dan P = perencanaan.
Aplikasi untuk konseling kelompok, dengan penekanan pada hubungan koneksi dan
interpersonal, terapi realita baik untuk berbagai jenis konseling kelompok. Kelompok
menyediakan anggota dengan banyak kesempatan untuk menjelajahi cara untuk memenuhi
kebutuhan mereka melalui hubungan yang terbentuk dalam kelompok. Ada beberapa teknikteknik konseling realita yang dapat digunakan yaitu Questioning / Mempertanyakan, Being
Positive / Menjadi Positif, Metaphors / Metafora, Humor, Confrontation / Konfrontasi,
Paradoxical Techniques / Teknik Paradoksal.
Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, maka penulis mengajukan rekomendasi
yang diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa ditinjau dari
teori dan pendekatan konseling realita. (1) kepada siswa, hendaknya mampu meningkatkan
tanggung jawab belajar dengan bersikap aktif dan responsif selama melaksanakan kegiatan
belajar baik di sekolah maupun di rumah. (2) kepada guru bimbingan dan konseling, hendaknya
mampu membantu konseli untuk meningkatkan tanggung jawab belajar dengan memberikan
layanan bimbingan dan konseling yang optimal. (3) kepada orang tua, hendaknya mampu
membantu putra-putrinya untuk meningkatkan tanggung jawab belajar dengan bersikap peduli
dan perhatian mengenai kegiatan belajar yang dilakukan oleh putra-putrinya.
REFERENSI
Adiputra, Sofwan. 2016. Teknik WDEP System Dalam Meningkatkan Keterampilan Belajar
Siswa Underachiever. Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 1, Hlm. 32-39.
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu
Lampung. http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Bariyyah dkk. 2018. Konseling Realita untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa.
Konselor. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor . Volume 7 Number 1, pp.
1-8. Universitas Kanjuruhan Malang. ISSN: Print 1412-9760 – Online 2541-5948
DOI: 10.24036/02018718767-0-00.
Corey, Gerald. 2017. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Tenth Edition.
USA: Cengage Learning.
Fall, Kevin A, dkk. 2017. Theoretical Models Of Counseling Psychotherapy. New York:
Routledge.
Mahsunah, Faridatul. 2017. Upaya Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Melalui Konseling
Kelompok Realita Pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Prambon Nganjuk Tahun
Pelajaran 2015/2016. Universitas Nusantara PGRI Kediri. Hal 2-6.
12.1.01.01.0135. simki.unpkediri.ac.id.
Sharf, Richard. S. 2012. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and Cases, 5th
Edition. USA: Brooks/Cole.

Share
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Selamat Datang di SMP Negeri 3 Ulujami, Sekolah Yang Santun, Prestasi, Edukatif, Nyaman, Tertib, Indah, Menyenangkan, Inspiratif, Bersih, Sehat, Rindang. . . Spentimi Berseri...